Oleh:
Nuansa Bayu Segara
Kami merupakan mahasiswa prodi pendidikan Geografi pasca sarjana yang masuk di tahun 2010. Terdiri dari 17 mahasiswa aktif yang memiliki latar belakang pendidikan hampir seragam dan masih dalam satu rumpun Geografi. Seperti yang diungkapkan ketua prodi di awal perkuliahan. Ada dua agenda besar yang harus dilakukan selama dua tahun masa perkuliahan, yang pertama adalah ekskursi dan yang kedua adalah seminar nasional, ekskursi dilakukan pada akhir tahun ajaran. Ketua kegiatan ekskursi ini adalah Kang Himan yang dipilih secara bulat diawal perkuliahan, Semangat mahasiswa-mahasiswa dalam melakukan kegiatan ekskuris sudah terlihat diawal perkuliahan semester genap, namun, yang masih menjadi misteri adalah kemana kita akan pergi melakukan ekskursi itu? Sedangkan waktu yang panjang terasa semakin menjepit, terlebih lagi konsentrasi kami yang sangat terfokus pada tugas-tugas perkuliahan. Hingga waktu yang hanya dua bulan lagi itu digunakan untuk mengambil keputusan mengenai lokasi yang akan kita kunjungi. Perundingan pun dilakukan, ketua prodi pernah melontarkan keinginannya untuk kedaerah Nusa Tenggara Timur, setelah dicari informasi yang mengenai akomodasi kesana rasanya sangat tidak memungkinkan, masalah utamanya tentu di biaya, sehingga kembali pemikiran mengenai lokasi pun terus bergulir.
Diskusi yang diwarnai perdebatan itu akhirnya menghasilkan beberapa alternative lokasi yang bisa dipilih untuk kegiatan ini. Akhirnya, Lombok merupakan tempat yang dipilih untuk kegiatan ekskursi berdasarkan suara terbanyak. Setelah melakukan persiapan beberapa minggu, pemesanan tiket pun dipersiapkan. Disaat-saat akhir pemesanan tiket, ketua prodi memanggil ketua panitia, Kang Hilman dan saya. “ Bagaimana kalau kita pindah lokasi ekskursi ke Ujung Kulon?” ujar Prof. Dede Rochmat selaku ketua prodi kami. “ Semua tergantung dari mahasiswa lain Pa.” Kang Hilman menjawab. Akhirnya ketua panitian mengumumkan bahwa ada rencana lain mengenai ekskursi yang biayanya relative lebih murah dibandingkan dengan ke Lombok.
Tanpa banyak kata lagi, hampir semua mahasiswa setuju untuk mengadakan ekskursi ke Ujung Kulon yang merupakan ujung paling barat Pulau Jawa ini. Jadwalnya pun ditentukan berangkat pada tanggal 23-27 Mei 2011. Survey pun dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Surat izin dan akomodasi pun disiapkan oleh panitia, rencana dasarnya ada beberapa kegiatan yang harus dikunjungi, yang pertama kunjungan ke Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, MGMP Geografi Pandeglang (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan eksplorasi di TNUK.
Persiapan Terakhir
Dua hari sebelum pergi persiapan terakhir pun dilakukan, ada beberapa hal yang perlu disiapkan, MGMP Geografi Pandeglang meminta Media Pembelajaran Geografi untuk SMA, Semuanya pun dipersiapkan dan dimasukan kedalam tiga disc. Lalu konfirmasi dengan penginapan di lokasi dermaga dimana kita akan melakukan pelayaran dan pihak TNUK pun dilakukan. Persiapan individu, seperti surat izin, jaket prodi dan perlengkapan travelling sudah matang dan siap untuk berangkat. Alat transportasi yang dipakai untuk ke TNUK adalah Bus dari pihak UPI, sehingga dapat menghemat biaya perjalanan.
Ada beberapa hal yang disesalkan dalam persiapan terakhir ini, rekan kita Mas Ady Priono dan Pak Chaerudin tidak bisa ikut dalam kegiatan ekskursi ini. Mas Ady Priono tidak diizinkan oleh kepala sekolah barunya, sedangkan Pak Chaeru disibukan oleh aktivitas persiapan SNMPTN di tempat kerjanya. Cukup disesalkan, namun perjalanan ini harus tetap dilakukan, dan persiapan pun matang.
Bumi Siliwangi
Semua mahasiswa S2 Prodi Pendidikan Geografi UPI Angkatan pertama berkumpul di gedung PKM, satu persatu datang, wanita yang terdiri dari Bu Yayah, Fevi, Bu Asyi, Bu Riana dan Bu ikeu yang sedang mengandung delapan bulan pun terlihat sudah siap. Pasukan Adam terdiri dari Hilman, Asep, Upi, Cipta, Darsono, Jajang, Chepy, Heru dan Bayu sudah berkumpul. Iringan lagu madu tiga yang dinyanyikan musisi Ahmad Dhani terdengar, ternyata lagu tersebut berasal dari bus yang kami sewa. Semua barang pun dimasukan, tidak lama berselang mobil Prof. Dede sudah mulai tampak, jaket seragam prodi diberikan, didalam bus Kang Hilman memimpin doa dan perjalanan pun dimulai…
Butuh waktu 4-5 jam untuk sampai di lokasi pertama kunjungan kita, Untirta di Kota Serang. Sekitar satu jam perjalanan di daerah Karawang, supir sudah memutuskan untuk berhenti dan melakukan sholat shubuh, beberapa rekan mahasiswa mengatakan “Kalau berhenti di sini kita akan sedikit terjebak kemacetan di tol dalam Kota Jakarta”. Sholat Shubuh selesai, dan kami melanjutkan perjalanan ke ibu kota provinsi banten.
Mentari terbit di belakang kami, suasana fajar sangat terasa, satu persatu warna yang dihiasi riang sinar mentari mulai tampak. Pepohonan disisi jalan tol, bunga kertas merah di tengah pembatas jalan mulai mewarnai perjalan kami, satu hal yang menggangu, bus kami tersendat di tengah ribuan mobil umum dan mobil pribadi berplat nomer B. Meskipun sudah terbiasa berada di tengah kendaraan Plat B setiap akhir pekan di Bandung, tetap saja, kekhawatiran telat sampai tujuan menyelimuti kami. Kemacetan ini sangat mudah diprediksi, arah jalan tol Bekasi-Jakarta merupakan jalur komuter, terlebih lagi hari ini Senin, hari pertama kerja. Mulai dari pintu tol Pondok Gede laju bus kami pun semakin melambat.
Isi bus sendiri yang tidak lain adalah kami, bergulat dengan rasa lapar yang mulai menyerang, untuk berhenti mencari sarapan pun tidak memungkinkan, bersyukur, lemper isi abon ukuran jumbo dihadirkan oleh Pak Asep, kami semua pun memakan lemper buatan istri Pak Asep tersebut. Lepas Perempatan Grogol bus kami mampu melaju lebih cepat, sudah tidak ada lagi antrian kendaraan. Waktu kami tinggal dua jam untuk sampai tepat sesuai dengan jadwal kunjungan di Untirta.
Serang
Tepat kami memasuki Kota Serang setelah keluar gerbang tol Serang Timur, lokasi Untirta tidak jauh dari terminal utama Serang, sehingga tidak terlalu sulit menemukannya. Setelah turun dari bus, kami merasakan udara khas pesisir yang panas dan terik matahari menyengat, padahal ini baru jam 9, lalu kami masuk ke gedung pasca sarjana. Kami disambut oleh Asisten Direktur I Sekolah Pasca Untirta. Setelah keluar dari Untirta kami memutuskan untuk makan siang. Tidak jauh dari sana kami menemukan Restoran Padang yang sangat familiar. Kami semua menyantap makanan khas Padang yang sangat beragam. Setelah semua pembayaran dilakukan kami melanjutkan perjalanan untuk pertemuan dengan MGMP Geografi Pandeglang.
Pandeglang
Koordinator acara pertemuan MGMP Geografi Pandeglang sudah menghubungi lewat telepon selularnya. Dia menanyakan posisi sementara kami. Sekitar 30 menit kemudian kami sampai di SMA Negeri 1 Pandeglang yang ternyata merupakan salah satu sekolah Adiwiyata. Pertemuan dengan MGMP Geografi berlangsung cukup menarik banyak diskusi yang kami lakukan dengan guru-guru geografi disana, yang paling banyak dibahas terkait dengan materi SIG yang dianggap sulit oleh MGMP Geografi Pandeglang. Setelah sekitar 3 jam berdiskusi, selepas ashar kami pamit dan langsung menuju Sumur.
Sumur
Kami tiba di Sumur sekitar pukul 22.00 WIB. Sumur merupakan titik perhentian sebelum melakukan perjalanan dengan menggunakan perahu motor ke Pulau Peucang. Sumur memililki beberapa resort atau hotel yang cukup representatif, jika ingin berhemat bisa menginap di tempat penginapan sederhana yang dikelola oleh warga sekitar. Tidak jauh dari dermaga sumur terdapat Pulau Umang yang memiliki resort yang berkualitas internasional. Banyak sekali wisatawan asing yang berlibur menghabiskan waktunya di Pulau Umang.
Tiba di hotel kami disambut ramah oleh pengelola hotel. Kami mendapatkan beberapa kamar yang cukup nyaman. Kami dipisah menjadi beberapa kelompok kamar yang terdapat dalam bungalow bambu yang klasik. Walau hanya dengan kipas angin, kami semua dapat tidur dengan lelap untuk mempersiapkan tenaga.
Pagi sekali kami kamu dan melakukan persiapan sebelum menuju dermaga Sumur. Kami tiba di warung Pak Nana pukul 08.00 WIB, Pak Nana adalah pemandu yang akan menuntun kami untuk berkeliling di Taman Nasional Ujung Kulon, Tepatnya di Pulau Peucang. Perahu motor yang baru saja di cat siap berlayar. Pukul 09.00 WIB kami semua menuju pesisir pantai, karena sedang surut jadi dermaga sementara tidak dapat digunakan dan terpaksa kami menggunakan perahu kecil untuk mengantar kami ke perahu motor wisata. Satu persatu dari kami naik ke perahu motor dan selanjutnya kami berangkat menuju tujuan pertama kami, Pulau Peucang.
Pulau Peucang
Setengah jam kami berlayar daratan Desa Sumur sudah mulai samar, hanya terlihat Gunung Honje yang berdiri indah. Lambat laun perahu yang kami tumpangi melaju dan terhanyut oleh ombak, lautan biru, udara laut yang khas menemani kami menikmati suasana saat itu. Beberapa kali kami melihat perahu-perahu nelayan berjuang memancing ikan. Tiga jam sudah kami berada di atas perahu, akhirnya kapten kapal berteriak “Pulau Peucang!”. Kami semua menuju dek kapal dan melihat pulau yang di kelilingi pantai pasir putir dan vegetasi khas pantai yang rimbun. Kami tidak langsung menuju Pulau Peucang, namun sekitar 1 jam kami mengelilingi Pulau Peucang sampai akhirnya kita berlabuh di Pulau Peucang.
Berlabuh di Pulau Peucang kami beristirahat sebentar lalu melanjutkan perjalan menuju Karang Copong. Karang Copong merupakan pantai karang yang terdapat di Utara Pulau Peucang. Untuk menuju Pantai Karang Copong Kami harus melewati hutang hujan tropis datarang rendah yang terdiri dari berbagai mancam vegetasi. Waktu yang baik untuk mengunjungi Karang Copong adalah sore hari, karena disana kita dapat melihat sunset yang sangat menawan. Waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk menuju Karang Copong kurang lebih 3 jam pulang pergi. Sepanjang perjalanan kita dapat bertemu dengan beberapa spesies primata seperti kera dan lutung, spesies unggas yang menawan seperti merak dan banyak sekali rusa.
Setiba kembali di resort dari Karang Copong langit sudah gelap, kami semua mandi dan melakukan sholat magrib. Selepas sholat magrib kami menuju dermaga untuk makan malam. Makan malam yang sangat mengesankan, kami ditemani deburan lembut ombak diterangi cahaya bulan yang temaran. Kerlipan sinar bintang menghiasi langit malam itu, kami makan dengan nikmat walau dengan menu yang biasa namun suasana yang indah membuat makan malam itu menjadi eksotis.
Cibom-Tanjung layar
Keesokan harinya kami bangun pagi dan disambut dengan kawanan rusa dan kancil yang sedang merumput di depan resort. Sesuai dengan namannya, Pulau Peucang banyak di huni oleh Rusa yang dalam Bahasa Sunda adalah Peucang. Kami kembali naik perahu motor yang berlabuh di dermaga. Hari itu yang kami tuju adalah Cibom. Cibom berada di sebelah barat Pulau Peucang namun merupakan bagian dari Pulau Jawa. Sebelum menuju Cibom kami dijemput dengan menggunakan boat kecil karena di Cibom tidak terdapat dermaga. Cibom memiliki pos yang menyambut wisatawan. Pos tersebut memberikan beberapa informasi dalam bentuk poster mengenai sejarah singkat Gunung Krakatau dan Sejarah Cibom-Tanjung layar yang pada masa kolonialisme dijadikan sebagai markas Belanda.
Sampai di Pos Cibom kami melanjutkan perjalanan menuju Mercusuar Tanjung Layar. Perjalanan yang kami tempuh dari Cibom sampai Tanjung Layar sekitar 45 menit perjalanan. Vegetasi yang menumbuhi kawasan tersebut adalah pohon-pohon besar dan vegetasi khas hutan dataran rendah seperti Ipomoea pescaprae (katang-katang), Spinifex littoreus (Kiara), Pandanus tectorius dan formasi Barringtonia. Mercusuar setinggi 30 meter yang dijaga oleh beberapa pegawai perhutani.
Mercusuar Tanjung Layar merupakan penunjuk arah bagi kapal-kapal internasional yang mau masuk Indonesia dari melewati Selat Panaitan yang relatif sempit, sehingga perlu patokan. Patokan yang digunakan adalah mercusuar tersebut. Mercusuar tersebut dapat dinaiki bagi siapa saja wisatawan yang berani. Poin istirahat pertama, kami dapat melihat Selat Panaitan yang biru menawan, beruntung kami melihat kawanan lumba-lumba yang meloncat ke permukaan. Lumba-lumba tersebut lalu berenang mengiringi perahu kecil nelayan yang sedang mencari ikan, sungguh pemandangan yang indah.
Turun dari mercusuar kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Layar sebenarnya. Kami tiba di sebuah tanjung yang sengaja di beri rumput Jepang dan disana terdapat penampakan alam menyerupai layar. Fenomena alam tersebut adalah bentukan lipatan geologis akibat dari penaikan permukaan batuan sehingga terbentuk menyerupai layar. Tanjung layar pun menyediakan wisata sejarah, terdapat bangunan Belanda yang menyerupai sumur besar dan beberapa reruntuhan bangunan yang dipercaya sebagai tempat menahan tawanan perang.
Kami puas berfoto ria dan menikmati teriknya matahari dan pemandangan fenomena geologi Tanjung layar. Kami melanjutkan perjalan kembali ke Cibom dan langsung naik perahu motor yang sudah siap berangkat.
Cidaon
Perahu motor menarik sauhnya, dan bergegas meninggalkan Cibom untuk aktivitas selanjutnya, memancing. Kami berkeliling sebelum akhirnya berhenti dan melakukan atraksi ini. Kang Upi, Kang Hilman, A Chepy dan Pak Asep mengeluarkan jorannya masing-masing dan mulai memancing dengan menggunakan teknik Jigging. Sekitar 2 jam melakukan teknik jigging kami menyerah dan bergegas pergi menuju Pulau Peucang untuk makan siang.
Sesampainya di Pulau Peucang kami disambut dengan menu yang cukup menggiurkan, kami makan di saung dekat pantai dan ditemani dengan hadirnya babi hutan, rusa jantan, monyet di atas pohon dan biawak. Binatang-binatang ini tidak mengganggu makan siang kami namun mereka senang mendampangi kami hingga acara makan selesai.
Selepas makan siang kami menuju Cidaon. Cidaon merupakan ladang penggembalaan yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Masuk pantai Cidaon kami disambut dengan dermaga tua yang cukup kokoh. Setelah kami turun dari kapal kami melewati Pos Cidaon dan mengikuti jalan setapak dengan vegetasi nipah yang lebat. Setelah berjalan sekitar 10 menit kami menemukan padang rumput dan pos pengamatan hewan yang cukup tinggi.
Sore itu adalah sore yang cerah, terlihat beberapa hewan sedang merumput. Hewan yang terdapat pada ladang penggembalaan sore itu seperti Banteng Jawa, Kerbau liar dan beberapa burung merak jantan yang sedang pamer keelokan buntutnya.
Tidak lama kami disana waktu hewan liar tersebut nampaknya sudah habis. Satu persatu hewan pun pergi dan masuk kembali ke dalam hutan. Akhirnya ladang gembala tersebut kosong, sehingga kami memutuskan untuk kembali ke kapal. Kami kembali merapat di Pulau Peucang yang dermaganya bersebrangan dengan dermaga Pulau Peucang.
Begitu tiba di dermaga tiba-tiba Kang Adon salto terjun ke laut, dan itu merupakan pertanda kami semua harus berenang. Berenang di laut jernih dan di bawahnya terdapat koloni ikan sungguh sangat menyenangkan. Dengan menggunakan pelampung kami menikmati desiran ombak dan hangatnya air laut. Kami mengambang dan bermain-main seperti kembali ke masa kecil kami. Sungguh pengalaman bermain di pantai yang sangat menyenangkan.
Serangan Bajak Laut
Kami kembali ke resort setelah puas dengan aktivitas sore hari. Selanjutnya kami mandi dan meneruskan dengan sholat magrib. Makan malam kami lakukan kembali di dermaga, namun malam ini arus banyak membawa sampah plastik yang berasal dari pemukiman di Pulau Jawa. Setelah makan malam kami berbincang-bincang dengan Prof. Dede Rochmat hingga larut malam. Sekitar pukul 23.00 WIB kami memutuskan untuk tidur.
Kami terlelap dalam sunyinya malam, deburan halus ombak dari pinggir pantai mengiringi rasa kantuk kami. Belum begitu lama ransanya kami tertidur tiba-tiba terdengar suara seperti rentetan AK-47 dan diakhir dengan suara Bom meriam. Kami sontak keluar berlarian keluar kamar ingin mengetahui apa yang terjadi. Saya berpikir ini adalah serangan bajak laut yang berada di sekitar Pulau Peucang yang mungkin berusaha membajak Pulau Peucang ini. Tidak lama kemudian saya mendengar teriakan “kebakaran”, saya kira bom yang dilepaskan oleh bajak laut berhasil mengenai salah satu gedung dalam resort. Saya kemudian keluar dan ternyata rekan-rekan mahasiswa S2 Geografi sedang berusaha mematikan kebakaran yang melanda gudang. Kami mencari tahu apa akibat kebakaran tersebut dan ternyata penyebabnya adalah Genset yang meledak. Kami sangat bersyukur karena apa yang kami takutkan tidak terjadi, pembajakan di pulau terpencil sungguh hal yang mengerikan.
Beberapa saat kemudian dengan sekuat tenaga kami memadamkan api yang membakar setengah bangunan gudang. Hanya kami yang berusaha memadamkan kebakaran gudang tersebut, kami sempat berpikir, mengapa petugas resort tidak mendengar suara riuh ledakan genset itu?
Pulau Peucang Hari Kepulangan
Hari ini merupakan hari kepulangan kami, selagi menunggu persiapan kapal motor kami berusaha kembali memancing. Kali ini kami menggunakan teknik pengait dengan menarik paksa ikan yang berada di bawah dermaga. Kami membuahkan hasil, beberapa ekor ikan ukuran kecil kami mampu angkat, selanjutnya ikan tersebut kami jadikan umpan hidup untuk menangkap ikan yang lebih besar yaitu Kuwe Gerong, ikan predator yang sering mencari mangsa di pinggir pantai.
Lama menunggu namun tidak berhasil juga, namun tiba-tiba kernet bus UPI berteriak mendapatkan ikan Kuwe Gerong yang cukup besar. Dengan sigap kami tarik ke atas kapal dan memasukannya ke dalam fish box dan bergabunglah dengan ikan-ikan kecil tadi. Sekitar pukul 10.00 WIB kami kembali ke dermaga setelah packing untuk kembali menuju Desa Sumur. Akhirnya kami berangkat menginggalkan keindahan Pulau Peucang. Berputar sekali mengelilingi Pulau Peucang lalu kami melanjutkan perjalanan ke Desa Sumur.
Taman jaya
Kami tiba kembali di Desa Sumur sekitar pukul 13.00 WIB. Selanjutnya kami beristirahat di hotel selama beberapa jam. Sore hari diputuskan untuk menuju desa terakhir sebelum masuk semenanjung ujung kulon melalui jalur darat yaitu Taman jaya. Perjalanan menuju Taman jaya dimulai pukul 15.00 WIB dengan menggunakan mobil bak terbuka kami menuju desa tersebut. Perjalanan memakan waktu 2 jam dengan jalanan tanah yang sangat buruk dan bergelombang. Kami sampai di Taman jaya langsung menuju salah satu pengrajin cinderamata pemahat badak bercula satu yang menjadi ikon dari TNUK.
Ikon dari Taman Nasional Ujung Kulon yaitu Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) yang sudah hampir punah dan sulit untuk menambah populasinya. Cinderamata Badak Jawa berupa pahatan dari kayu yang cukup cantik dan tersedia dari berbagai ukuran. Desa Taman jaya hanyalah desa yang mampu menghasilkan cindermata itu, namun hanya satu orang saja yang bisa membuat patahan badak tersebut.
Adzan magrib dikumandangkan, namun mobil yang kami tunggu belum datang karena pecah ban. Akhirnya kami menunggu sekitar 2 jam di rumah warga Taman jaya. Mobil bak itu akhirnya datang setelah satu jam kami menunggu, kami pun melanjutkan perjalanan pulang dan kembali ke hotel. Setelah 2 jam perjalanan akhirnya kami tiba di hotel.
Kami langsung menyiapkan ikan dan panggangan begitu sampai di hotel. Lalu acara bakar ikan pun dimulai, hasil tangkapan kami, belasan ikan kembung dan satu ikan kuwe yang cukup besar menjadi santapan kami malam itu. Malam itu pun berakhir dengan perut kenyang dan terlelap dengan damai.
Kembali Ke Bandung
Esok harinya kami langsung bersiap untuk menuju Bandung. Kami berangkat menuju Labuhan sekitar pukul 07.00 WIB. Kami akan singgah di Labuhan untuk mengantar Prof. Dede yang harus membimbing mahasiswa S1 melakukan KKL. Setelah singgah di Labuhan sejenak kami melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan antara Labuhan dan Pandeglang kami melakukan Sholat Jumat di sebuah masjid. Selesai Sholat Jumat kami dikejutkan karena bus mengalami masalah. Karet kipas harus di ganti, dan itu berarti harus ada seseorang yang kembali ke Labuhan untuk membeli spare part tersebut. Kami menunggu 4 Jam sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan.
Perjalanan yang cukup panjang, karena supir bus sudah lelah sehingga sering berhenti untuk istirahat. Kami singgah beberapa kali di rest area jalan tol Cikampek dan Cipularang. Akhirnya kami sampai di Bandung pada pukul 03.00 WIB dengan selamat. Perjalanan yang indah dan penuh pengalaman baru, Ujung Kulon.
Nuansa Bayu Segara
Kami merupakan mahasiswa prodi pendidikan Geografi pasca sarjana yang masuk di tahun 2010. Terdiri dari 17 mahasiswa aktif yang memiliki latar belakang pendidikan hampir seragam dan masih dalam satu rumpun Geografi. Seperti yang diungkapkan ketua prodi di awal perkuliahan. Ada dua agenda besar yang harus dilakukan selama dua tahun masa perkuliahan, yang pertama adalah ekskursi dan yang kedua adalah seminar nasional, ekskursi dilakukan pada akhir tahun ajaran. Ketua kegiatan ekskursi ini adalah Kang Himan yang dipilih secara bulat diawal perkuliahan, Semangat mahasiswa-mahasiswa dalam melakukan kegiatan ekskuris sudah terlihat diawal perkuliahan semester genap, namun, yang masih menjadi misteri adalah kemana kita akan pergi melakukan ekskursi itu? Sedangkan waktu yang panjang terasa semakin menjepit, terlebih lagi konsentrasi kami yang sangat terfokus pada tugas-tugas perkuliahan. Hingga waktu yang hanya dua bulan lagi itu digunakan untuk mengambil keputusan mengenai lokasi yang akan kita kunjungi. Perundingan pun dilakukan, ketua prodi pernah melontarkan keinginannya untuk kedaerah Nusa Tenggara Timur, setelah dicari informasi yang mengenai akomodasi kesana rasanya sangat tidak memungkinkan, masalah utamanya tentu di biaya, sehingga kembali pemikiran mengenai lokasi pun terus bergulir.
Diskusi yang diwarnai perdebatan itu akhirnya menghasilkan beberapa alternative lokasi yang bisa dipilih untuk kegiatan ini. Akhirnya, Lombok merupakan tempat yang dipilih untuk kegiatan ekskursi berdasarkan suara terbanyak. Setelah melakukan persiapan beberapa minggu, pemesanan tiket pun dipersiapkan. Disaat-saat akhir pemesanan tiket, ketua prodi memanggil ketua panitia, Kang Hilman dan saya. “ Bagaimana kalau kita pindah lokasi ekskursi ke Ujung Kulon?” ujar Prof. Dede Rochmat selaku ketua prodi kami. “ Semua tergantung dari mahasiswa lain Pa.” Kang Hilman menjawab. Akhirnya ketua panitian mengumumkan bahwa ada rencana lain mengenai ekskursi yang biayanya relative lebih murah dibandingkan dengan ke Lombok.
Tanpa banyak kata lagi, hampir semua mahasiswa setuju untuk mengadakan ekskursi ke Ujung Kulon yang merupakan ujung paling barat Pulau Jawa ini. Jadwalnya pun ditentukan berangkat pada tanggal 23-27 Mei 2011. Survey pun dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Surat izin dan akomodasi pun disiapkan oleh panitia, rencana dasarnya ada beberapa kegiatan yang harus dikunjungi, yang pertama kunjungan ke Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, MGMP Geografi Pandeglang (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan eksplorasi di TNUK.
Persiapan Terakhir
Dua hari sebelum pergi persiapan terakhir pun dilakukan, ada beberapa hal yang perlu disiapkan, MGMP Geografi Pandeglang meminta Media Pembelajaran Geografi untuk SMA, Semuanya pun dipersiapkan dan dimasukan kedalam tiga disc. Lalu konfirmasi dengan penginapan di lokasi dermaga dimana kita akan melakukan pelayaran dan pihak TNUK pun dilakukan. Persiapan individu, seperti surat izin, jaket prodi dan perlengkapan travelling sudah matang dan siap untuk berangkat. Alat transportasi yang dipakai untuk ke TNUK adalah Bus dari pihak UPI, sehingga dapat menghemat biaya perjalanan.
Ada beberapa hal yang disesalkan dalam persiapan terakhir ini, rekan kita Mas Ady Priono dan Pak Chaerudin tidak bisa ikut dalam kegiatan ekskursi ini. Mas Ady Priono tidak diizinkan oleh kepala sekolah barunya, sedangkan Pak Chaeru disibukan oleh aktivitas persiapan SNMPTN di tempat kerjanya. Cukup disesalkan, namun perjalanan ini harus tetap dilakukan, dan persiapan pun matang.
Bumi Siliwangi
Semua mahasiswa S2 Prodi Pendidikan Geografi UPI Angkatan pertama berkumpul di gedung PKM, satu persatu datang, wanita yang terdiri dari Bu Yayah, Fevi, Bu Asyi, Bu Riana dan Bu ikeu yang sedang mengandung delapan bulan pun terlihat sudah siap. Pasukan Adam terdiri dari Hilman, Asep, Upi, Cipta, Darsono, Jajang, Chepy, Heru dan Bayu sudah berkumpul. Iringan lagu madu tiga yang dinyanyikan musisi Ahmad Dhani terdengar, ternyata lagu tersebut berasal dari bus yang kami sewa. Semua barang pun dimasukan, tidak lama berselang mobil Prof. Dede sudah mulai tampak, jaket seragam prodi diberikan, didalam bus Kang Hilman memimpin doa dan perjalanan pun dimulai…
Butuh waktu 4-5 jam untuk sampai di lokasi pertama kunjungan kita, Untirta di Kota Serang. Sekitar satu jam perjalanan di daerah Karawang, supir sudah memutuskan untuk berhenti dan melakukan sholat shubuh, beberapa rekan mahasiswa mengatakan “Kalau berhenti di sini kita akan sedikit terjebak kemacetan di tol dalam Kota Jakarta”. Sholat Shubuh selesai, dan kami melanjutkan perjalanan ke ibu kota provinsi banten.
Mentari terbit di belakang kami, suasana fajar sangat terasa, satu persatu warna yang dihiasi riang sinar mentari mulai tampak. Pepohonan disisi jalan tol, bunga kertas merah di tengah pembatas jalan mulai mewarnai perjalan kami, satu hal yang menggangu, bus kami tersendat di tengah ribuan mobil umum dan mobil pribadi berplat nomer B. Meskipun sudah terbiasa berada di tengah kendaraan Plat B setiap akhir pekan di Bandung, tetap saja, kekhawatiran telat sampai tujuan menyelimuti kami. Kemacetan ini sangat mudah diprediksi, arah jalan tol Bekasi-Jakarta merupakan jalur komuter, terlebih lagi hari ini Senin, hari pertama kerja. Mulai dari pintu tol Pondok Gede laju bus kami pun semakin melambat.
Isi bus sendiri yang tidak lain adalah kami, bergulat dengan rasa lapar yang mulai menyerang, untuk berhenti mencari sarapan pun tidak memungkinkan, bersyukur, lemper isi abon ukuran jumbo dihadirkan oleh Pak Asep, kami semua pun memakan lemper buatan istri Pak Asep tersebut. Lepas Perempatan Grogol bus kami mampu melaju lebih cepat, sudah tidak ada lagi antrian kendaraan. Waktu kami tinggal dua jam untuk sampai tepat sesuai dengan jadwal kunjungan di Untirta.
Serang
Tepat kami memasuki Kota Serang setelah keluar gerbang tol Serang Timur, lokasi Untirta tidak jauh dari terminal utama Serang, sehingga tidak terlalu sulit menemukannya. Setelah turun dari bus, kami merasakan udara khas pesisir yang panas dan terik matahari menyengat, padahal ini baru jam 9, lalu kami masuk ke gedung pasca sarjana. Kami disambut oleh Asisten Direktur I Sekolah Pasca Untirta. Setelah keluar dari Untirta kami memutuskan untuk makan siang. Tidak jauh dari sana kami menemukan Restoran Padang yang sangat familiar. Kami semua menyantap makanan khas Padang yang sangat beragam. Setelah semua pembayaran dilakukan kami melanjutkan perjalanan untuk pertemuan dengan MGMP Geografi Pandeglang.
Pandeglang
Koordinator acara pertemuan MGMP Geografi Pandeglang sudah menghubungi lewat telepon selularnya. Dia menanyakan posisi sementara kami. Sekitar 30 menit kemudian kami sampai di SMA Negeri 1 Pandeglang yang ternyata merupakan salah satu sekolah Adiwiyata. Pertemuan dengan MGMP Geografi berlangsung cukup menarik banyak diskusi yang kami lakukan dengan guru-guru geografi disana, yang paling banyak dibahas terkait dengan materi SIG yang dianggap sulit oleh MGMP Geografi Pandeglang. Setelah sekitar 3 jam berdiskusi, selepas ashar kami pamit dan langsung menuju Sumur.
Sumur
Kami tiba di Sumur sekitar pukul 22.00 WIB. Sumur merupakan titik perhentian sebelum melakukan perjalanan dengan menggunakan perahu motor ke Pulau Peucang. Sumur memililki beberapa resort atau hotel yang cukup representatif, jika ingin berhemat bisa menginap di tempat penginapan sederhana yang dikelola oleh warga sekitar. Tidak jauh dari dermaga sumur terdapat Pulau Umang yang memiliki resort yang berkualitas internasional. Banyak sekali wisatawan asing yang berlibur menghabiskan waktunya di Pulau Umang.
Tiba di hotel kami disambut ramah oleh pengelola hotel. Kami mendapatkan beberapa kamar yang cukup nyaman. Kami dipisah menjadi beberapa kelompok kamar yang terdapat dalam bungalow bambu yang klasik. Walau hanya dengan kipas angin, kami semua dapat tidur dengan lelap untuk mempersiapkan tenaga.
Pagi sekali kami kamu dan melakukan persiapan sebelum menuju dermaga Sumur. Kami tiba di warung Pak Nana pukul 08.00 WIB, Pak Nana adalah pemandu yang akan menuntun kami untuk berkeliling di Taman Nasional Ujung Kulon, Tepatnya di Pulau Peucang. Perahu motor yang baru saja di cat siap berlayar. Pukul 09.00 WIB kami semua menuju pesisir pantai, karena sedang surut jadi dermaga sementara tidak dapat digunakan dan terpaksa kami menggunakan perahu kecil untuk mengantar kami ke perahu motor wisata. Satu persatu dari kami naik ke perahu motor dan selanjutnya kami berangkat menuju tujuan pertama kami, Pulau Peucang.
Pulau Peucang
Setengah jam kami berlayar daratan Desa Sumur sudah mulai samar, hanya terlihat Gunung Honje yang berdiri indah. Lambat laun perahu yang kami tumpangi melaju dan terhanyut oleh ombak, lautan biru, udara laut yang khas menemani kami menikmati suasana saat itu. Beberapa kali kami melihat perahu-perahu nelayan berjuang memancing ikan. Tiga jam sudah kami berada di atas perahu, akhirnya kapten kapal berteriak “Pulau Peucang!”. Kami semua menuju dek kapal dan melihat pulau yang di kelilingi pantai pasir putir dan vegetasi khas pantai yang rimbun. Kami tidak langsung menuju Pulau Peucang, namun sekitar 1 jam kami mengelilingi Pulau Peucang sampai akhirnya kita berlabuh di Pulau Peucang.
Berlabuh di Pulau Peucang kami beristirahat sebentar lalu melanjutkan perjalan menuju Karang Copong. Karang Copong merupakan pantai karang yang terdapat di Utara Pulau Peucang. Untuk menuju Pantai Karang Copong Kami harus melewati hutang hujan tropis datarang rendah yang terdiri dari berbagai mancam vegetasi. Waktu yang baik untuk mengunjungi Karang Copong adalah sore hari, karena disana kita dapat melihat sunset yang sangat menawan. Waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk menuju Karang Copong kurang lebih 3 jam pulang pergi. Sepanjang perjalanan kita dapat bertemu dengan beberapa spesies primata seperti kera dan lutung, spesies unggas yang menawan seperti merak dan banyak sekali rusa.
Setiba kembali di resort dari Karang Copong langit sudah gelap, kami semua mandi dan melakukan sholat magrib. Selepas sholat magrib kami menuju dermaga untuk makan malam. Makan malam yang sangat mengesankan, kami ditemani deburan lembut ombak diterangi cahaya bulan yang temaran. Kerlipan sinar bintang menghiasi langit malam itu, kami makan dengan nikmat walau dengan menu yang biasa namun suasana yang indah membuat makan malam itu menjadi eksotis.
Cibom-Tanjung layar
Keesokan harinya kami bangun pagi dan disambut dengan kawanan rusa dan kancil yang sedang merumput di depan resort. Sesuai dengan namannya, Pulau Peucang banyak di huni oleh Rusa yang dalam Bahasa Sunda adalah Peucang. Kami kembali naik perahu motor yang berlabuh di dermaga. Hari itu yang kami tuju adalah Cibom. Cibom berada di sebelah barat Pulau Peucang namun merupakan bagian dari Pulau Jawa. Sebelum menuju Cibom kami dijemput dengan menggunakan boat kecil karena di Cibom tidak terdapat dermaga. Cibom memiliki pos yang menyambut wisatawan. Pos tersebut memberikan beberapa informasi dalam bentuk poster mengenai sejarah singkat Gunung Krakatau dan Sejarah Cibom-Tanjung layar yang pada masa kolonialisme dijadikan sebagai markas Belanda.
Sampai di Pos Cibom kami melanjutkan perjalanan menuju Mercusuar Tanjung Layar. Perjalanan yang kami tempuh dari Cibom sampai Tanjung Layar sekitar 45 menit perjalanan. Vegetasi yang menumbuhi kawasan tersebut adalah pohon-pohon besar dan vegetasi khas hutan dataran rendah seperti Ipomoea pescaprae (katang-katang), Spinifex littoreus (Kiara), Pandanus tectorius dan formasi Barringtonia. Mercusuar setinggi 30 meter yang dijaga oleh beberapa pegawai perhutani.
Mercusuar Tanjung Layar merupakan penunjuk arah bagi kapal-kapal internasional yang mau masuk Indonesia dari melewati Selat Panaitan yang relatif sempit, sehingga perlu patokan. Patokan yang digunakan adalah mercusuar tersebut. Mercusuar tersebut dapat dinaiki bagi siapa saja wisatawan yang berani. Poin istirahat pertama, kami dapat melihat Selat Panaitan yang biru menawan, beruntung kami melihat kawanan lumba-lumba yang meloncat ke permukaan. Lumba-lumba tersebut lalu berenang mengiringi perahu kecil nelayan yang sedang mencari ikan, sungguh pemandangan yang indah.
Turun dari mercusuar kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Layar sebenarnya. Kami tiba di sebuah tanjung yang sengaja di beri rumput Jepang dan disana terdapat penampakan alam menyerupai layar. Fenomena alam tersebut adalah bentukan lipatan geologis akibat dari penaikan permukaan batuan sehingga terbentuk menyerupai layar. Tanjung layar pun menyediakan wisata sejarah, terdapat bangunan Belanda yang menyerupai sumur besar dan beberapa reruntuhan bangunan yang dipercaya sebagai tempat menahan tawanan perang.
Kami puas berfoto ria dan menikmati teriknya matahari dan pemandangan fenomena geologi Tanjung layar. Kami melanjutkan perjalan kembali ke Cibom dan langsung naik perahu motor yang sudah siap berangkat.
Cidaon
Perahu motor menarik sauhnya, dan bergegas meninggalkan Cibom untuk aktivitas selanjutnya, memancing. Kami berkeliling sebelum akhirnya berhenti dan melakukan atraksi ini. Kang Upi, Kang Hilman, A Chepy dan Pak Asep mengeluarkan jorannya masing-masing dan mulai memancing dengan menggunakan teknik Jigging. Sekitar 2 jam melakukan teknik jigging kami menyerah dan bergegas pergi menuju Pulau Peucang untuk makan siang.
Sesampainya di Pulau Peucang kami disambut dengan menu yang cukup menggiurkan, kami makan di saung dekat pantai dan ditemani dengan hadirnya babi hutan, rusa jantan, monyet di atas pohon dan biawak. Binatang-binatang ini tidak mengganggu makan siang kami namun mereka senang mendampangi kami hingga acara makan selesai.
Selepas makan siang kami menuju Cidaon. Cidaon merupakan ladang penggembalaan yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Masuk pantai Cidaon kami disambut dengan dermaga tua yang cukup kokoh. Setelah kami turun dari kapal kami melewati Pos Cidaon dan mengikuti jalan setapak dengan vegetasi nipah yang lebat. Setelah berjalan sekitar 10 menit kami menemukan padang rumput dan pos pengamatan hewan yang cukup tinggi.
Sore itu adalah sore yang cerah, terlihat beberapa hewan sedang merumput. Hewan yang terdapat pada ladang penggembalaan sore itu seperti Banteng Jawa, Kerbau liar dan beberapa burung merak jantan yang sedang pamer keelokan buntutnya.
Tidak lama kami disana waktu hewan liar tersebut nampaknya sudah habis. Satu persatu hewan pun pergi dan masuk kembali ke dalam hutan. Akhirnya ladang gembala tersebut kosong, sehingga kami memutuskan untuk kembali ke kapal. Kami kembali merapat di Pulau Peucang yang dermaganya bersebrangan dengan dermaga Pulau Peucang.
Begitu tiba di dermaga tiba-tiba Kang Adon salto terjun ke laut, dan itu merupakan pertanda kami semua harus berenang. Berenang di laut jernih dan di bawahnya terdapat koloni ikan sungguh sangat menyenangkan. Dengan menggunakan pelampung kami menikmati desiran ombak dan hangatnya air laut. Kami mengambang dan bermain-main seperti kembali ke masa kecil kami. Sungguh pengalaman bermain di pantai yang sangat menyenangkan.
Serangan Bajak Laut
Kami kembali ke resort setelah puas dengan aktivitas sore hari. Selanjutnya kami mandi dan meneruskan dengan sholat magrib. Makan malam kami lakukan kembali di dermaga, namun malam ini arus banyak membawa sampah plastik yang berasal dari pemukiman di Pulau Jawa. Setelah makan malam kami berbincang-bincang dengan Prof. Dede Rochmat hingga larut malam. Sekitar pukul 23.00 WIB kami memutuskan untuk tidur.
Kami terlelap dalam sunyinya malam, deburan halus ombak dari pinggir pantai mengiringi rasa kantuk kami. Belum begitu lama ransanya kami tertidur tiba-tiba terdengar suara seperti rentetan AK-47 dan diakhir dengan suara Bom meriam. Kami sontak keluar berlarian keluar kamar ingin mengetahui apa yang terjadi. Saya berpikir ini adalah serangan bajak laut yang berada di sekitar Pulau Peucang yang mungkin berusaha membajak Pulau Peucang ini. Tidak lama kemudian saya mendengar teriakan “kebakaran”, saya kira bom yang dilepaskan oleh bajak laut berhasil mengenai salah satu gedung dalam resort. Saya kemudian keluar dan ternyata rekan-rekan mahasiswa S2 Geografi sedang berusaha mematikan kebakaran yang melanda gudang. Kami mencari tahu apa akibat kebakaran tersebut dan ternyata penyebabnya adalah Genset yang meledak. Kami sangat bersyukur karena apa yang kami takutkan tidak terjadi, pembajakan di pulau terpencil sungguh hal yang mengerikan.
Beberapa saat kemudian dengan sekuat tenaga kami memadamkan api yang membakar setengah bangunan gudang. Hanya kami yang berusaha memadamkan kebakaran gudang tersebut, kami sempat berpikir, mengapa petugas resort tidak mendengar suara riuh ledakan genset itu?
Pulau Peucang Hari Kepulangan
Hari ini merupakan hari kepulangan kami, selagi menunggu persiapan kapal motor kami berusaha kembali memancing. Kali ini kami menggunakan teknik pengait dengan menarik paksa ikan yang berada di bawah dermaga. Kami membuahkan hasil, beberapa ekor ikan ukuran kecil kami mampu angkat, selanjutnya ikan tersebut kami jadikan umpan hidup untuk menangkap ikan yang lebih besar yaitu Kuwe Gerong, ikan predator yang sering mencari mangsa di pinggir pantai.
Lama menunggu namun tidak berhasil juga, namun tiba-tiba kernet bus UPI berteriak mendapatkan ikan Kuwe Gerong yang cukup besar. Dengan sigap kami tarik ke atas kapal dan memasukannya ke dalam fish box dan bergabunglah dengan ikan-ikan kecil tadi. Sekitar pukul 10.00 WIB kami kembali ke dermaga setelah packing untuk kembali menuju Desa Sumur. Akhirnya kami berangkat menginggalkan keindahan Pulau Peucang. Berputar sekali mengelilingi Pulau Peucang lalu kami melanjutkan perjalanan ke Desa Sumur.
Taman jaya
Kami tiba kembali di Desa Sumur sekitar pukul 13.00 WIB. Selanjutnya kami beristirahat di hotel selama beberapa jam. Sore hari diputuskan untuk menuju desa terakhir sebelum masuk semenanjung ujung kulon melalui jalur darat yaitu Taman jaya. Perjalanan menuju Taman jaya dimulai pukul 15.00 WIB dengan menggunakan mobil bak terbuka kami menuju desa tersebut. Perjalanan memakan waktu 2 jam dengan jalanan tanah yang sangat buruk dan bergelombang. Kami sampai di Taman jaya langsung menuju salah satu pengrajin cinderamata pemahat badak bercula satu yang menjadi ikon dari TNUK.
Ikon dari Taman Nasional Ujung Kulon yaitu Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) yang sudah hampir punah dan sulit untuk menambah populasinya. Cinderamata Badak Jawa berupa pahatan dari kayu yang cukup cantik dan tersedia dari berbagai ukuran. Desa Taman jaya hanyalah desa yang mampu menghasilkan cindermata itu, namun hanya satu orang saja yang bisa membuat patahan badak tersebut.
Adzan magrib dikumandangkan, namun mobil yang kami tunggu belum datang karena pecah ban. Akhirnya kami menunggu sekitar 2 jam di rumah warga Taman jaya. Mobil bak itu akhirnya datang setelah satu jam kami menunggu, kami pun melanjutkan perjalanan pulang dan kembali ke hotel. Setelah 2 jam perjalanan akhirnya kami tiba di hotel.
Kami langsung menyiapkan ikan dan panggangan begitu sampai di hotel. Lalu acara bakar ikan pun dimulai, hasil tangkapan kami, belasan ikan kembung dan satu ikan kuwe yang cukup besar menjadi santapan kami malam itu. Malam itu pun berakhir dengan perut kenyang dan terlelap dengan damai.
Kembali Ke Bandung
Esok harinya kami langsung bersiap untuk menuju Bandung. Kami berangkat menuju Labuhan sekitar pukul 07.00 WIB. Kami akan singgah di Labuhan untuk mengantar Prof. Dede yang harus membimbing mahasiswa S1 melakukan KKL. Setelah singgah di Labuhan sejenak kami melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan antara Labuhan dan Pandeglang kami melakukan Sholat Jumat di sebuah masjid. Selesai Sholat Jumat kami dikejutkan karena bus mengalami masalah. Karet kipas harus di ganti, dan itu berarti harus ada seseorang yang kembali ke Labuhan untuk membeli spare part tersebut. Kami menunggu 4 Jam sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan.
Perjalanan yang cukup panjang, karena supir bus sudah lelah sehingga sering berhenti untuk istirahat. Kami singgah beberapa kali di rest area jalan tol Cikampek dan Cipularang. Akhirnya kami sampai di Bandung pada pukul 03.00 WIB dengan selamat. Perjalanan yang indah dan penuh pengalaman baru, Ujung Kulon.